Secara umum, sinyal terbagi dua yaitu sinyal analog dan sinyal digital.
Kadang orang menyebut sebagai data analog dan data digital. Sinyal
seismik merupakan sinyal analog yang terbentuk secara alamiah sesuai
dengan getaran tanah. Sensor atau transduser penangkap sinyal seismik
adalah geophone. Prinsip kerja sensor geophone adalah memunculkan arus
induksi akibat dari gerakan lilitan kawat di sekitar medan magnet (Hukum
Faraday). Lilitan kawat tersebut digantung pada pegas ringan yang
membuatnya turut berosilasi ketika ada getaran tanah. Arus induksi yang
muncul di lilitan kawat berbentuk arus bolak balik yang teredam dan
bersifat analog kontinyu. Arus analog ini kemudian dikonversi menjadi
tegangan analog bolak-balik sehingga dapat terbaca dengan mudah di layar
osiloskop.
Agar sinyal seismik dapat diolah
menggunakan komputer, maka sinyal seismik yang mulanya berupa analog
harus dikonversi menjadi sinyal digital. Proses pengkonversian sinyal
seismik dilakukan dengan cara pencuplikan (sampling).
Pencuplikan sinyal seismik adalah proses pengambilan data sinyal pada
saat tertentu secara teratur dan berurutan dalam suatu interval waktu
pencuplikan (sampling rate). Pada umumnya, interval waktu
pencuplikan adalah 2 ms dan 4 ms. Dalam besaran frekuensi, itu sama saja
dengan 500 Hz dan 250 Hz.
Sinyal seismik bersifat band-limited,
artinya pada sinyal seismik terkandung sejumlah frekuensi. Tidak ada
sinyal seismik yang hanya memiliki frekuensi tunggal. Rentang frekuensi
seismik adalah berkisar antara 15 Hz (frekuensi rendah) hingga 120 Hz
(frekuensi tinggi). Agar frekuensi tinggi sinyal seismik dapat direkam
secara baik, maka besarnya sampling rate yang dibutuhkan
minimal adalah 480 Hz. Menurut kriteria Nyquist, sampling rate harus 4
kali lebih besar dari frekuensi yang terkandung pada sinyal seismik.
Penentuan besar kecilnya sampling rate
bergantung pada frekuensi tertinggi sinyal seismik yang ingin direkam
pada saat survei akan berlangsung. Tetapi pada kenyataannya, besarnya sampling rate
dalam perekaman sangat bergantung pada kemampuan instrumentasi
perekaman yang digunakan, dan biasanya sudah ditentukan oleh pabrik
pembuat instrumen tersebut. Penentuan sampling rate ini akan memberikan batas frekuensi tertinggi yang terekam. Jika sampling rate di-setting terlalu besar maka berakibat adanya aliasing.
Efek aliasing adalah fenomena begesernya frekuensi tinggi sinyal seismik menjadi lebih rendah yang diakibatkan pemilihan sampling rate
yang terlalu besar (kasar). Sehingga informasi yang didapatkan akan
jauh berbeda dari frekuensi yang dikandung oleh sinyal seismik aslinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar