Batuan metamorf merupakan batuan hasil malihan dari batuan yang telah
ada sebelumnya yang ditunjukkan dengan adanya perubahan komposisi
mineral, tekstur dan struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid
rate) akibat adanya perubahan temperatur, tekanan dan kondisi kimia di
kerak bumi (Ehlers and Blatt, 1982).
Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga faktor tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia, dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara 2000 C – 8000 C, tanpa melalui fase cair (Diktat Praktikum Petrologi, 2006).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya metamorfosa adalah perubahan temperatur, tekanan dan adanya aktifitas kimia fluida atau gas (Huang, 1962).
Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab, antara lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi magmatit dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam skala kecil juga dapat terjadi akibat adanya gesekan atau friksi selama terjadinya deformasi suatu massa batuan. Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa pada umumnya pada suhu 1500 C + 500C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg – carpholite, Glaucophane, Lawsonite, Paragonite, Prehnite atau Slitpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa sebelum terjadi pelelehan adalah berkisar 6500C-11000C, tergantung pada jenis batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994).
Tekanan yang menyebabkan terjadinya suatu metamorfosa bervariasi dasarnya. Metamorfosa akibat intrusi magmatik dapat terjadi mendekati tekanan permukaan yang besarnya beberapa bar saja. Sedangkan metamorfosa yang terjadi pada suatu kompleks ofiolit dapat terjadi dengan tekanan lebih dari 30-40 kBar (Bucher & Frey, 1994).
Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antara butir batuan, mempunyai peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak berperan adalah air beserta karbon dioksida, asam hidroklorik dan hidroflorik. Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat membentuk reaksi kimia dan penyetimbang mekanis (Huang WT, 1962).
Struktur Foliasi
Struktur Non Foliasi
Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik.
Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya.
Termasuk material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
Contoh batuan metamorf:
o
Ciri : campuran warna berbeda-beda,
mempunyai pita-pita warna, kristal-kristalnya sedang sampai kasar, bila
ditetesi asam akan mengeluarkan bunyi mendesah, keras dan mengkilap jika
dipoles
o
Ciri : abu-abu kehijau-hijauan dan hitam,
dapat dibelah-belah menjadi lempeng-lempeng tipis
o
Ciri : berwarna hitam, hijau
dan ungu, mineral pada
batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas bergelombang yang
diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap dan terkadang ditemukan
kristal garnet
Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan oleh proses metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses pengubahan batuan akibat perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga faktor tersebut. Proses metamorfosa merupakan proses isokimia, dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara 2000 C – 8000 C, tanpa melalui fase cair (Diktat Praktikum Petrologi, 2006).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya metamorfosa adalah perubahan temperatur, tekanan dan adanya aktifitas kimia fluida atau gas (Huang, 1962).
Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab, antara lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi magmatit dan perubahan gradien geothermal. Panas dalam skala kecil juga dapat terjadi akibat adanya gesekan atau friksi selama terjadinya deformasi suatu massa batuan. Pada batuan silikat batas bawah terjadinya metamorfosa pada umumnya pada suhu 1500 C + 500C yang ditandai dengan munculnya mineral-mineral Mg – carpholite, Glaucophane, Lawsonite, Paragonite, Prehnite atau Slitpnomelane. Sedangkan batas atas terjadinya metamorfosa sebelum terjadi pelelehan adalah berkisar 6500C-11000C, tergantung pada jenis batuan asalnya (Bucher & Frey, 1994).
Tekanan yang menyebabkan terjadinya suatu metamorfosa bervariasi dasarnya. Metamorfosa akibat intrusi magmatik dapat terjadi mendekati tekanan permukaan yang besarnya beberapa bar saja. Sedangkan metamorfosa yang terjadi pada suatu kompleks ofiolit dapat terjadi dengan tekanan lebih dari 30-40 kBar (Bucher & Frey, 1994).
Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan antara butir batuan, mempunyai peranan yang penting dalam metamorfosa. Fluida aktif yang banyak berperan adalah air beserta karbon dioksida, asam hidroklorik dan hidroflorik. Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai katalis atau solven serta bersifat membentuk reaksi kimia dan penyetimbang mekanis (Huang WT, 1962).
Struktur Batuan Metamorf
Struktur Batuan Metamorf Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.Struktur Foliasi
- Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
- Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
- Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
- Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
Struktur Non Foliasi
- Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam.
- Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan asal.
- Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
- Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
- Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
- Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
- Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran beragam.
- Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus atau fibrous.
Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru, Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakan porphiroblast.Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik.
Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya.
Termasuk material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
Contoh batuan metamorf:
1) Batuan
Pualam atau Batu Marmer (dari batu gamping/kapur)
Batuan Pualam |
o
Cara
terbentuk : terbemtuk
bila batu kapur mengalami perubahan suhu dan tekanan tinggi
o
Kegunaan : untuk membuat patung dan lantai/ubin
2) Batuan
Sabak
Batu Sabak |
o
Cara
terbentuk : terbentuk
bila batu serpih kena suhu dan tekanan tinggi
o
Kegunaan : dijadikan sbg kerajinan, sbg batu
tulis, sbg bahan bangunan, dan untuk membuat atap rumah (semacam genting)
3) Gneiss
(ganes)
Batu Gneiss (ganes) |
o
Ciri : berwarna putih
kebau-abuan, terdapat goresan-goresan
yang tersusun dari minera-mineral, mempunyai bentuk bentuk penjajaran yang
tipis dan terlipat pada lapisan-lapisan, dan terbentuk urat-urat yang tebal
yang terdiri dari butiran-butiran mineral di dalam batuan tersebut
o
Cara
terbentuk : terbentuk
pada saat batuan sedimen atau batuan beku yang terpendam pada tempat yang dalam
mengalami tekanan dan temperatur yang tinggi.
o
Kegunaan : dijadikan sbg kerajinan
4) Sekis
Batu Sekis |
o
Cara
terbentuk : batuan metamorf regional yang terbentuk
pada derajat metamorfosa tingkat menengah.
o
Kegunaan : sebagai sumber mika yang utama (satu komponen penting dalam
pembuatan kondensator dan kapasitor dalam industri elektronika)
5) Kuarsit
o
Ciri : berwarna Abu-abu, kekuningan, cokelat, merah, sering berlapis-lapis
dan dapat mengandung fosil, lebih keras
dibanding gelas dan terdapat butiran sedang
o
Cara
terbentuk : metamorfose
dari batuan pasir, jika strukturnya tak mengalami perubahan dan masih
menunjukan struktur aslinya. Kuarsit terbentuk akibat panas yang tinggi
sehingga menyebabkan rekristalisasi kwarsa dan felsdpar.
o
Kegunaan : dijadikan sbg kerajinan, konstruksi jalan dan perbaikan
6) Milonit
Milonit |
o
Ciri : butir-butir
batuan ini lebih halus dan dapat dibelah, dan abu-abu, kehitaman, coklat, biru
o
Cara
terbentuk : Terbentuk oleh
rekristalisasi dinamis mineral-mineral pokok yang mengakibatkan pengurangan
ukuran butir-butir batuan
o
Kegunaan : dijadikan sbg kerajinan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar