DO IT adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengubah perilaku pekerja dalam proses behavior based-safety (BBS). Jika anda menerapkan BBS,tentu saja tujuannya adalah untuk merubah perilaku pekerja yang tidak aman (unsafe act) menjadi perilaku pekerja yang aman (safe act). Kelihatannya mudah,tapi jika dilaksanakan ternyata tidak mudah untuk merubah perilaku seseorang didalam bekerja,apalagi yang akan dirubah adalah perilaku banyak orang didalam perusahaan.
Sebelum kita berbicara mengenai DO IT,alangkah baiknya
kita lihat dulu apa definisi dari perilaku (behavior),definisi perilaku menurut
wikipedia adalah sebagai berikut:“Perilaku manusia adalah sekumpulan
perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh
adat,sikap,emosi,nilai,etika,kekuasaan,persuasi,dan/atau genetika. Perilaku
seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar,perilaku dapat
diterima,perilaku aneh,dan perilaku menyimpang.Dalam sosiologi,perilaku
dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh
karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar.
Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial,yang merupakan
suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi,karena perilaku sosial adalah perilaku
yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku
seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol
sosial. Dalam kedokteran perilaku seseorang dan keluarganya dipelajari untuk
mengidentifikasi faktor penyebab,pencetus atau yang memperberat timbulnya
masalah kesehatan. Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam
rangka penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif”.
Secara sederhana penulis lebih cenderung
mendefinisikan perilaku dalam K3 adalah segala aktifitas atau
tindakan yang dapat dilihat atau diamati orang lain. Contoh,pekerja yang
melakukan aktifitas produksi,berjalan,menyebrang,naik tangga,duduk,berlari,memakai
APD dalam bekerja,dan lain-lain,
semua itu merupakan perilaku seseorang. Dalam program BBS tentu saja yang
menjadi target adalah perilaku-perilaku tidak aman yang harus diubah. Misalnya
naik tangga tanpa memegang hand rail,menyebrang disembarang tempat,berjalan
dijalur forklift,posisi duduk yang tidak ergonomis,memotong jalur proses
produksi,bekerja tidak sesuai SOP,dsb. Didalam buku psikologi safety yang
ditulis oleh E.Scott Geller dijelaskan bahwa salah satu metoda yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi dan merubah perilaku-perilaku yang kritikal
adalah dengan mentoda DO IT.
DO IT merupakan singkatan dari:
D = Define
O = Observe
I = Intervene
T = Test
Define
Tahapan pertaman yang harus dilakukan dalam program BBS adalah mendefinisikan atau
menentukan target-target perilaku dari pekerja yang akan dihilangkan/diperbaiki
atau ditingkatkan/dipertahankan. Meskipun pada umumnya yang menjadi prioritas
adalah perilaku tidak aman,namun dapat juga ditentukan perilaku-perilaku aman
yang harus dipertahankan atau ditingkatkan. Dalam menentukan target perilaku
yang akan dimasukkan kedalam program BBS. Bagaimana cara menentukan perilaku
mana yang akan menjadi target? Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk
menentukan perilaku yang menjadi target,yaitu:
- Brainstorming dengan metode KJ analisis;beberapa orang yang mewakili departemen dan tingkat jabatan dimintai masukkannya terhadap perilaku-perilaku tidak aman yang dilakukan oleh pekerja dengan cara menuliskan diatas potongan kertas (Post It).
- Grup diskusi dengan beberapa orang yang mewakili setiap departemen atau bagian.
- Analisis terhadap berbagai penyebab kecelakaan yang pernah terjadi.
- Berdasarkan temuan audit K3.
Bisa saja ditemukan atau diperoleh banyak sekali
perilaku tidak aman dari proses tersebut diatas,namun pihak manajemen harus
menentukan perilaku beresiko mana yang akan menjadi perioritas utama untuk
masuk program BBS. Ruang lingkup program BBS juga harus ditentukan agar program
BBS bisa menjadi lebih fokus dan efektif. Sebagai contoh:
Program 1:Perilaku yang menjadi target adalah cara
mengemudi forklif yang tidak sesuai SOP. Ruang lingkupnya adalah semua
pengemudi forklift dan jalur forklift di area pabrik.
Program 2:Perilaku penggunaan APD di area produksi.
Ruang lingkup semua operator atau pekerja yang ada di produksi.
Observe
Setelah ditentukan perilaku beresiko yang akan
dijadikan target dalam program BBS,maka tahap selanjutnya dilakukan observasi
atau pengamatan terhadap pekerja-pekerja diarea atau bagian yang sudah
ditentukan. Pengamatan dapat dilakukan dengan dua cara,yaitu pengamatan terbuka
dan pengamatan tertutup. Pengamatan terbuka maksudnya adalah pengamatan
dilakukan secara langsung dan diketahui oleh yang diamati. Tentu saja metode
ini seringkali akan mendapatkan hasil yang bias karena pekerja yang merasa
diamati akan bekerja secara lebih hati-hati. Meskipun demikian pekerja yang
sudah terbiasa berperilaku tidak aman akan tetap memunculkan perilaku tidak
amanya. Pengamatan tertutup maksundya adalah pengamatan dilakukan secara
diam-diam tanpa diketahui oleh pekerja yang diamati. Hal ini bisa dilakukan
oleh pihak ke tiga atau pekerja didalam grup yang sama yang diminta secara
khusus melakukan pengamatan sambil bekerja. Sangat tidak disarankan pengamatan
dilakukan oleh atasan atau manajer,karena para pekerja yang diamati oleh atasan
akan berusaha menghilangkan perilaku tidak aman mereka. Sebelum melakukan
pengamatan,observer harus diberikan pengarahan dan penjelasan tentang apa yang
harus diamati dan berapa lama pengamatan harus dilakukan. Dalam melakukan
pengamatan terhadap perilaku pekerja harus;
- spesifik sesuai dengan yang sudah ditentukan atau didefinisikan,
- perilaku tersebut harus teramati dan tidak boleh berasumsi,sehingga bisa diukur atau dihitung berapa kali tindakan tersebut dilakukan selama pengamatan.
- pengamatan dan penilaian harus objektif,tidak boleh diinterpretasikan oleh pengamat,mencatat apa adanya sesuai yang dilihat.
- Pengamatan harus pada pekerjaan yang normal berlangsung sehari-hari.
Dalam melakukan pengamatan juga harus disiapkan
checklist aktifitas untuk setiap kegiatan yang dilakukan,sehingga pengamat
tinggal hanya memberi tanda apakah kegiatan atau aktifitas dilakukan secara
aman atau berisiko.
Intervene
Setelah dilakukan pengamatan dan semua data-data observasi
diolah,maka selanjutnya dilakukan intervensi untuk memperbaiki perilaku
berisiko yang ditemukan dari hasil observasi. Dalam membuat program intervensi
sebaiknya melibatkan pekerja diarea-area yang akan di intervensi. Masukan dari
pekerja yang sehari-harinya melakukan aktifitas tersebut akan sangat penting
dalam merancang program intervensi yang efektif. Dalam membuat program
intervensi juga harus ditentukan berapa lama intervensi akan dilakukan agar
terjadi perubahan yang diharapkan. Merubah perilaku bukanlah hal yang
mudah,biasanya membutuhkan waktu dan kesabaran. Salah satu teknik intervensi
dalam BBS adalah model intervensi ABC,yaitu intervensi melalui
Activator,intervensi melalui Behavior dan intervensi melalui Consequency.
Contoh:
- Activator: memasang safety sign,membuat garis atau jalur pejalan kaki,dsb.
- Behavior:mengendarai forklif dengan batasan kecepatan,dsb.
- Consequency:Scorsing,atau bentuk sanksi lainya (negatif),dsb.
Program intervensi harus spesifik dan dijelaskan
kepada semua pekerja yang terlibat didalamnya. Program intervensi juga harus
didukung penuh oleh manajemen puncak agar dapat berjalan efektif.
Test
Yang dimaksud test disini adalah mengukur dampak dari
intervensi yang dilakukan dengan cara terus melakukan pengamatan dan pencatatan
terhadap perilaku berisiko selama proses intervensi dilakukan. Tahapan ini
dapat dilakukan secara paralel dengan tahapan intervensi,jika terlihat bahwa
intervensi yang dilakukan tidak efektif maka dapat dilakukan intervensi baru
atau strategi baru. Tujuan tahapan ini adalah untuk melihat efektifitas dari
program intervensi yang dibuat,namun jangan terburu-buru untuk memutuskan bahwa
satu program intervensi tidak efektif,seperti yang penulis sampaikan sebelumnya
bahwa untuk merubah perilaku diperlukan waktu yang mungkin lama dari yang
diperkirakan. Bisa juga ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku beresiko
pekerja sehingga program intervensi menjadi kurang efektif. Jika demikian
halnya,maka yang perlu dilakukan adalah menambah bentuk intervensi lain untuk
memperkuat program intervensi yang sedang berjalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar